Home » » BAGIAN KESEMBILAN: IKRAR1 'AQABA

BAGIAN KESEMBILAN: IKRAR1 'AQABA

Written By Moh Wahyudi on Rabu, 06 Juli 2011 | 05.12

Muhammad Husain Haekal
 
Kabilah-kabilah menolak Muhammad secara kasar - Tanda
kemenangan dari arah Yathrib - Hubungan Yahudi dengan
Aus dan Khazraj - Beberapa orang Yathrib masuk Islam
Perang Bu'ath - Ikrar 'Aqaba tahun Pertama - Mush'ab b.
'Umair - Kembali ke Mekah sesudah setahun - Orang-orang
Islam dari Yathrib -Ikrar 'Aqaba yang Kedua - Beritanya
di kalangan Quraisy - Komplotan Quraisy mau membunuh
Muhammad - Muhammad mengijinkan Muslimin Mekah hijrah
ke Yathrib.
 
ORANG-ORANG Quraisy tidak dapat memahami arti isra', juga
mereka yang sudah Islam banyak yang tidak memahami artinya
seperti sudah disebutkan tadi. Itu sebabnya, ada kelompok yang
lalu meninggalkan Muhammad yang tadinya sudah sekian lama
menjadi pengikutnya. Permusuhan Quraisy terhadap Muhammad dan
terhadap kaum Muslimin makin keras juga, sehingga mereka sudah
merasa sungguh kesal karenanya. Rasanya tak ada lagi harapan
bagi Muhammad akan mendapat dukungan kabilah-kabilah sesudah
ternyata Thaqif dari Ta'if menolaknya dengan cara yang tidak
baik. Demikian juga kemudian kabilah-kabilah Kinda, Kalb, Banu
'Amir dan Banu Hanifa semua menolaknya, ketika ia datang
mengenalkan diri kepada mereka pada musim ziarah.
 
Sesudah itu Muhammad merasa, bahwa tiada seorangpun dari
Quraisy itu nampaknya yang dapat diharapkan diajak kepada
kebenaran. Kabilah-kabilah lain di luar Quraisy yang berada di
sekitar Mekah dan yang datang berziarah ke tempat itu dari
segenap penjuru daerah Arab, melihat keadaannya yang
dikucilkan itu dan melihat sikap permusuhan Quraisy kepadanya
demikian rupa, membuat setiap orang yang mendukungnya jadi
memusuhi mereka. Sekarang sikap Quraisy tambah keras pula
menentangnya.
 
Meskipun Muhammad sudah merasa berbesar hati karena adanya
Hamzah dan 'Umar, dan meskipun ia sudah yakin, bahwa Quraisy
tidak akan terlalu membahayakan melebihi yang sudah-sudah
mengingat adanya pertahanan pihak keluarganya dari Banu Hasyim
dan Banu Abd'l-Muttalib, tapi ia melihat -sampai pada waktu
itu- bahwa risalah Tuhan itu akan terhenti hanya pada suatu
lingkaran pengikutnya saja. Mereka yang terdiri dari
orang-orang yang masih lemah dan sedikit sekali jumlahnya,
hampir-hampir saja punah atau tergoda meninggalkan agamanya
kalau tidak segera datang kemenangan dan pertolongan Tuhan.
Hal ini berjalan cukup lama. Muhammad makin dikucilkan di
tengah-tengah keluarganya, kedengkian Quraisy juga bertambah
besar.
 
Adakah pengasingan yang demikian ini telah melemahkan jiwanya
dan dapat mematahkan semangatnya? Sekali-kali tidak! Bahkan
kepercayaannya akan kebenaran yang datang dari Tuhan itu lebih
luhur daripada sekedar pertimbangan-pertimbangan yang akan
dapat melemahkan jiwa biasa. Bagi orang yang berjiwa luar
biasa hal ini justru akan lebih memperkuat kepercayaannya.
 
Dalam keadaan terasing itu - dengan sahabat-sahabat di
sekelilingnya - Muhammad yakin sekali Tuhan akan memberikan
pertolongan kepadanya dan agamanyapun akan mengatasi semua
agama. Badai kedengkian tidak sampai menggoyangkan hatinya.
Bahkan tetap ia tinggal di Mekah selama beberapa tahun. Tidak
peduli ia harta Khadijah dan hartanya sendiri akan habis.
Keadaannya yang sangat miskin tidak sampai melemahkan hatinya.
Jiwanya tak pernah gandrung kepada apapun selain dari
pertolongan Tuhan yang sudah pasti akan diberikan kepadanya.
 
Apabila musim ziarah sudah tiba, orang-orang dari segenap
jazirah Arab sudah berkumpul lagi di Mekah, iapun mulai
menemui kabilah-kabilah itu. Diajaknya mereka memahami
kebenaran agama yang dibawanya itu. Tidak peduli ia apakah
kabilah-kabilah tidak mau menerima ajakannya, atau akan
mengusirnya secara kasar. Beberapa orang pandir dari Quraisy
berusaha menghasut ketika diketahui ia terus menyampaikan
amanat Tuhan itu kepada orang ramai. Mereka memperlakukannya
dengan segala kejahatan. Tetapi semua itu tidak mengubah
ketenangan jiwanya dan ia yakin sekali akan hari esok. Allah
Maha Agung telah mengutusnya demi kebenaran. Sudah tentu
Dialah Pembela dan Pendukung kebenaran itu. Tuhan juga Yang
telah mewahyukan kepadanya, supaya dalam berdebat hendaknya
dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya.
 
"Sehingga permusuhan antara engkau dengan dia itu sudah
seperti persahabatan yang erat sekali. (Qur'an, 41: 34) Dan
supaya bicara dengan mereka dengan lemah-lembut, kalau-kalau
mereka mau sadar dan merasa gentar. Jadi, tabahkanlah hati
menghadapi siksaan mereka. Tuhan bersama mereka yang tabah
hati.

Tidak selang berapa tahun kemudian Muhammad menunggu tiba-tiba
tampak tanda permulaan kemenangan itu datang dari arah
Yathrib. Bagi Muhammad Yathrib mempunyai arti hubungan bukan
hubungan dagang, tetapi suatu hubungan yang dekat sekali. Di
tempat itu ada sebuah kuburan, dan sebelum wafat, sekali
setahun ibunya berziarah ke tempat itu. Sedang
famili-familinya, dari pihak Banu Najjar, ialah keluarga
kakeknya Abd'l-Muttalib dari pihak ibu. Kuburan itu ialah
makam ayahnya, Abdullah b. Abd'l-Muttalib. Ke makam inilah
Aminah sebagai isteri yang setia berziarah. Dulu
Abd'l-Muttalib juga sebagai ayah yang kehilangan anak yang
sedang muda belia dan tegap, pernah berziarah. Ketika berusia
enam tahun, Muhammad juga pernah ke Yathrib menemani ibunya.
Jadi bersama ibunya ia juga ziarah ke makam ayahnya itu.
Kemudian mereka berdua kembali pulang. Aminah jatuh sakit di
tengah perjalanan, sampai wafat. Lalu dikuburkan di Abwa' -
pertengahan jalan antara Yathrib dengan Mekah.
 
Jadi tidak heranlah apabila tanda-tanda kemenangan bagi
Muhammad itu dimulai dari jurusan sebuah kota yang mempunyai
hubungan sedemikian rupa. Ke arah ini jugalah dulu ia
menghadap, tatkala dalam sembahyang itu al-Masjid'l-Aqsha di
Bait'l-Maqdis dijadikan kiblatnya, tempat sesepuhnya Musa dan
Isa. Tidak heran apabila nasib baik itu akan jatuh di Yathrib.
Di tempat ini Muhammad akan beroleh kemenangan, di tempat ini
Islam akan beroleh kemenangan, di tempat ini pula Islam akan
memperoleh sukses dan berkembang.

Nasib baik telah jatuh di Yathrib, suatu hal yang tidak
terjadi pada kota yang lain. Waktu itu dua kabilah Aus dan
Khazraj adalah penyembah berhala di Yathrib. Mereka saling
bertetangga dengan orang-orang Yahudi. Sering pula timbul
kebencian antara mereka itu dan dari kebencian ini sampai
timbul pula peperangan.
 
Sejarah memperlihatkan bahwa orang-orang Masehi di Syam, yang
berada di bawah pengaruh Rumawi Timur (Bizantium) sangat
membenci orang-orang Yahudi, sebab mereka percaya bahwa mereka
inilah yang telah menyiksa dan menyalib Isa al-Masih. Mereka
menyerbu Yathrib guna memerangi orang-orang Yahudi. Akan
tetapi karena tidak berhasil mereka lalu membujuk dan meminta
bantuan Aus dan Khazraj. Tidak sedikit jumlah orang-orang
Yahudi itu kemudian yang mereka bunuh. Dengan demikian
kedudukan orang-orang Yahudi sebagai yang dipertuan
dijatuhkan, dan orang-orang Arab kabilah Aus dan Khazraj yang
tadinya terbatas hanya sebagai kuli telah dinaikkan. Sesudah
itu orang-orang Arab itu berusaha lagi akan menghantam
orang-orang Yahudi supaya kekuasaan mereka atas kota yang
makmur dan subur dengan pertanian dan air itu lebih besar
lagi. Siasat mereka ini berhasil baik sekali.
 
Tetapi pihak Yahudi sendiri kemudian menyadari akan bencana
yang menimpa diri mereka itu. Permusuhan dan kebencian pihak
Yahudi Yathrib terhadap Aus dan Khazraj makin mendalam, Aus
dan Khazrajpun demikian juga terhadap Yahudi.
 
Sekarang pengikut-pengikut Musa ini melihat, bahwa pertempuran
yang dilawan dengan pertempuran berarti akan menghabiskan
mereka sama sekali, apalagi kalau Aus dan Khazraj sampai
bersahabat baik2 dengan orang-orang Arab, yang seagama dengan
Ahli Kitab. Maka dalam siasat mereka, mereka menempuh suatu
cara bukan mencari kemenangan dalam pertempuran, melainkan
dengan menggunakan siasat memecah-belah. Mereka melakukan
intrik di kalangan Aus dengan Khazraj, menyebarkan provokasi
permusuhan dan kebencian di kalangan mereka, supaya
masing-masing pihak selalu bersiap-siap akan saling bertempur.
 
Dengan demikian selamatlah propaganda mereka itu. Mereka
sekarang dapat memperbesar perdagangan dan kekayaan mereka.
Kekuasaan mereka yang sudah hilang dapat mereka rebut kembali,
termasuk rumah-rumah dan harta tidak bergerak lainnya.
 
Di samping konflik karena berebut kedaulatan dan kekuasaan
dalam hidup bertetangga Yahudi-Arab Yathrib itu, masih ada
pengaruh lain yang lebih dalam pada pihak Aus dan Khazraj
melebihi penduduk jazirah Arab yang manapun juga - yaitu dalam
arti pengaruh rohani.

Orang-orang Yahudi sebagai Ahli Kitab dan penganjur
monotheisma sangat mencela tetangga-tetangga mereka yang
terdiri dari kaum pagan dengan penyembah berhala sebagai
pendekatan kepada Tuhan.
 
Mereka diperingatkan bahwa kelak akan ada seorang nabi yang
akan menghabiskan mereka dan mendukung Yahudi. Tetapi
propaganda ini tidak sampai membuat orang-orang Arab itu mau
menganut agama Yahudi. Soalnya karena dua sebab: pertama
karena selalu ada perang antara kaum Nasrani dan kaum Yahudi,
yang lalu membuat Yahudi Yathrib hanya hidup cari selamat,
yang berarti akan menjamin lancarnya perdagangan mereka.
Kedua, orang-orang Yahudi beranggapan, bahwa mereka adalah
bangsa pilihan Tuhan, dan mereka tidak mau ada bangsa lain
memegang kedudukan ini. Disamping itu mereka memang tidak
pernah mengajak orang lain menganut agamanya dan merekapun
tidak pula keluar dari lingkungan Keluarga Israil. Atas dasar
ke dua sebab tersebut, hubungan tetangga dan hubungan dagang
antara Yahudi dengan Arab -Aus dan Khazraj - membuat lebih
banyak mengetahui cerita-cerita kerohanian dan masalah-masalah
agama lainnya di banding dengan golongan Arab yang lain. Ini
menunjukkan bahwa tak ada suatu golongan dari kalangan Arab
yang dapat menerima ajakan Muhammad dalam arti spiritual
seperti yang dilakukan oleh penduduk Yathrib itu.
 
Suwaid bin'sh-Shamit adalah seorang bangsawan terkemuka di
Yathrib. Karena ketabahannya, pengetahuannya, kebangsawanan
dan keturunannya, masyarakatnya sendiri menamakannya al-Ramil
(yang sempurna). Pada waktu membicarakan ini Suwaid sedang
berada di Mekah berziarah. Muhammad lalu menemuinya dan
diajaknya ia mengenal Tuhan dan menganut Islam.
 
"Barangkali yang ada padamu itu sama dengan yang ada padaku,"
kata Suwaid.
 
"Apa yang ada padamu?" tanya Muhammad.
 
"Kata-kata mutiara oleh Luqman."
 
Lalu Muhammad minta supaya hal itu dikemukakan.
 
"Memang itu kata-kata yang baik," kata Muhammad setelah oleh
Suwaid dikemukakan. "Tapi yang ada padaku lebih utama
tentunya, yaitu Qur'an sebagai bimbingan dan cahaya."
 
Lalu dibacakannya ayat-ayat Qur'an itu kepadanya disertai
ajakan agar ia sudi menerima Islam. Gembira sekali Suwaid
mendengar ini.
 
"Memang baik sekali ini," katanya. Lalu ia pergi hendak
memikirkan hal tersebut. Ada sementara orang yang berkata
ketika ia dibunuh oleh Khazraj, bahwa ia mati sebagai Muslim.
 
Peristiwa Suwaid b. Shamit ini bukan contoh satu-satunya yang
menunjukkan adanya pengaruh Yahudi dan Arab di Yathrib yang
bertetangga itu, dari segi rohani.
 
Keadaan Aus dan Khazraj yang begitu bermusuhan sebagai akibat
provokasi pihak Yahudi seperti yang sudah kita ketahui, satu
sama lain mencari sekutu di kalangan kabilah-kabilah Arab
untuk memerangi lawannya. Dalam hal ini kedatangan Abu'l
Haisar Ans b. Rafi' ke Mekah disertai pemuda-pemuda dari Banu
Abd'l-Asyhal - termasuk Iyas b. Mu'adh - adalah dalam rangka
mencari persekutuan dengan pihak Quraisy dan golongannya
sendiri dari pihak Khazraj. Muhammad mengetahui hal ini.
Ditemuinya mereka itu, dan diperkenalkannya Islam kepada
mereka. Lalu dibacanya ayat-ayat Qur'an kepada mereka.
 
Pada waktu itu, Iyas b.Mu'adh sebagai pemuda remaja
mengatakan: "Kawan-kawan, ini adalah lebih baik daripada apa
yang ada pada kita semua."

Mereka kemudian kembali pulang ke Yathrib. Tak ada yang masuk
Islam diantara mereka itu, selain Iyas. Mereka semua sedang
sibuk mencari sekutu sebagai suatu persiapan karena adanya
insiden Bu'ath yang telah melibatkan Aus dan Khazraj ke dalam
api perang saudara itu, tidak lama sesudah Abu'l Haisar dan
rombongannya kembali dari Mekah. Akan tetapi kata-kata
Muhammad 'alaihissalam telah meninggalkan bekas yang dalam ke
dalam jiwa mereka setelah terjadinya insiden itu, yang lalu
membuat Aus dan Khazraj menantikan Muhammad sebagai Nabi,
sebagai Rasul, sebagai wakil dan pemuka mereka.
 
Memang, terjadinya insiden Bu'ath itu tidak lama sesudah
Abu'l-Haisar kembali ke Yathrib. Pada waktu itulah pertempuran
sengit antara Aus dan Khazraj terjadi, yang membawa akibat
timbulnya permusuhan yang berakar dalam sekali. Setiap
golongan lalu bertanya-tanya kalau-kalau mereka itu yang
menang: akan tetapkah mereka dengan kawan-kawan mereka itu,
ataukah akan dikikis habis. Abu Usaid Hudzair sebagai pemuka
Aus, sangat dendam sekali kepada Khazraj.
 
Tatkala pertempuran sudah dimulai, pihak Aus mengalami suatu
kekacauan. Mereka lari tunggang-langgang ke arah Najd, yang
oleh pihak Khazraj lalu diejek. Hudzair yang mendengarkan
ejekan itu menetakkan ujung lembingnya ke pahanya; lalu turun
dengan mengatakan:
 
"Sungguh luarbiasa! Tidak akan tinggal diam sebelum aku mati
terbunuh. Wahai masyarakat Aus, kalau kamu mau menyerahkan
aku, lakukanlah!"
 
Pihak Aus sekarang mau bertempur lagi. Pengalaman pahit yang
telah menimpa mereka menyebabkan mereka kini berjuang
mati-matian. Khazraj dapat mereka hancurkan. Rumah-rumah dan
kebun kurma Khazraj oleh Aus dibakar. Kemudian Sa'd b. Mu'adh
al-Asyhadi bertindak melindungi Khazraj. Sementara itu Hudzair
bermaksud akan mendatangi rumah demi rumah, membunuhi
satu-satu mereka sampai tak ada yang hidup lagi, kalau tidak
segera Abu Qais ibn'l-Aslat kemudian datang mencegahnya guna
menjaga solidaritas kepercayaan mereka. "Bertetangga dengan
mereka lebih baik daripada bertetangga dengan rubah."
 
Sejak itu orang-orang Yahudi dapat mengembalikan kedudukannya
di Yathrib. Baik yang menang maupun yang kalah dari kalangan
Aus dan Khazraj sama-sama berpendapat tentang akibat buruk
yang telah mereka lakukan itu. Hal ini yang sekarang terpikir
oleh mereka, dan mereka sudah mempertimbangkan pula akan
mengangkat seorang raja atas mereka itu. Untuk itu mereka lalu
memilih Abdullah b. Muhammad dari pihak Khazraj yang sudah
kalah, mengingat kedudukan dan pandangannya yang baik. Akan
tetapi karena perkembangan situasi yang begitu pesat,
keinginan mereka itu tidak sampai terlaksana. Soalnya ialah
karena ada beberapa orang dari Khazraj pergi ke Mekah pada
musim ziarah.
 
Di tempat ini Muhammad menemui mereka dan menanyakan keadaan
mereka, yang kemudian diketahuinya, bahwa mereka adalah
kawan-kawan orang-orang Yahudi. Ketika itu orang-orang Yahudi
di Yathrib mengatakan apabila mereka saling berselisih.
 
"Sekarang akan ada seorang nabi utusan Tuhan yang sudah dekat
waktunya. Kami akan jadi pengikutnya dan kami dengan dia akan
memerangi kamu seperti dalam perang 'Ad dan Iram."
 
Setelah Nabi bicara dengan mereka dan diajaknya mereka
bertauhid kepada Allah, satu sama lain mereka saling
berpandang-pandangan.
 
"Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang Yahudi
kepada kita," kata mereka. "Jangan sampai mereka mendahului
kita."
 
Seruan Muhammad mereka sambut dengan baik dan menyatakan diri
mereka masuk Islam. Lalu kata mereka:
 
"Kami telah meninggalkan golongan kami - yakni Aus dan Khazraj
- dan tidak ada lagi golongan yang saling bermusuhan dan
saling mengancam. Mudah-mudahan Tuhan mempersatukan mereka
dengan tuan. Bila mereka itu sudah dapat dipertemukan dengan
tuan, maka tak adalah orang yang lebih mulia dari tuan."

Orang-orang itu lalu kembali ke Medinah. Dua orang diantara
mereka itu dari Banu'n-Najjar, keluarga Abd'l-Muttalib dari
pihak ibu - kakek Muhammad yang telah mengasuhnya sejak kecil.
Kepada masyarakatnya itu mereka menyatakan sudah menganut
Islam. Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang hati
agama ini, yang berarti akan membuat mereka menjadi golongan
monotheis seperti orang-orang Yahudi. Bahkan membuat lebih
baik dari mereka. Dengan demikian tiada suatu keluargapun,
baik Aus atau Khazraj, yang tidak menyebut nama Muhammad
'alaihissalam.
 
Tiba giliran tahun berikutnya, bulan-bulan sucipun datang lagi
bersama datangnya musim ziarah ke Mekah, dan ke tempat itu
datang pula duabelas orang penduduk Yathrib. Mereka ini
bertemu dengan Nabi di 'Aqaba. Di tempat inilah mereka
menyatakan ikrar atau berjanji kepada Nabi (yang kemudian
dikenal dengan nama) Ikrar 'Aqaba pertama. Mereka berikrar
kepadanya untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan
memfitnah, baik di depannya atau di belakang. Jangan menolak
berbuat kebaikan. Barangsiapa mematuhi semua itu ia mendapat
pahala surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka soalnya
kembali kepada Tuhan. Tuhan berkuasa menyiksa, juga berkuasa
mengampuni segala dosa.

Dalam hal ini Muhammad menugaskan kepada Mush'ab bin 'Umair
supaya membacakan Qur'an kepada mereka, mengajarkan Islam
serta seluk-beluk hukum agama.
 
Setelah adanya ikrar ini Islam makin tersebar di Yathrib.
Mush'ab bertugas memberikan pelajaran agama di kalangan
Muslimin Aus dan Khazraj. Gembira sekali ia melihat kaum
Anshar itu makin teguh kepercayaannya kepada Allah dan kepada
kebenaran. Menjelang bulan-bulan suci akan tiba, ia datang
lagi ke Mekah dan kepada Muhammad diceritakannya keadaan
Muslimin di Yathrib itu; tentang ketahanan dan kekuatan
mereka, dan bahwa pada musim haji tahun ini mereka akan datang
lagi ke Mekah dalam jumlah yang lebih besar dengan iman kepada
Tuhan yang sudah lebih kuat.
 
Berita-berita yang disampaikan oleh Mush'ab ini membuat
Muhammad berpikir lebih lama lagi. Pengikut-pengikutnya di
Yathrib kini makin sehari makin berkuasa dan bertambah kuat
juga. Dari orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik mereka
tidak mendapat gangguan seperti yang dialami oleh
kawan-kawannya di Mekah karena gangguan Quraisy. Di samping
itu Yathrib lebih makmur daripada Mekah - ada pertanian, ada
kebun kurma, ada anggur. Bukankah lebih baik sekali apabila
Muslimin Mekah itu hijrah saja ke tempat saudara-saudara
mereka di sana, yang akan terasa lebih aman? Mereka akan bebas
dari Quraisy yang selalu memfitnah agama mereka.

Selama Muhammad berpikir-pikir itu teringat olehnya akan
orang-orang dari Yathrib, mereka yang mula-mula masuk Islam
itu, dan yang menceritakan adanya permusuhan antara golongan
Aus dan Khazraj. Apabila dengan perantaraannya mereka itu
sudah dapat dipersatukan Tuhan, maka tak ada orang yang lebih
mulia dari Muhammad. Sekarang mereka sudah dipertemukan Allah
bersama dia, bukankah lebih baik apabila dia juga hijrah? Ia
tidak ingin membalas kejahatan Quraisy itu. Iapun sadar bahwa
ia lebih lemah dari mereka. Kalaupun Keluarga Hasyim dan
Keluarga Muttalib melindunginya dari penganiayaan, mereka
tidak akan membelanya dalam melakukan penganiayaan. Dan mereka
yang sudah menjadi pengikutnya juga takkan dapat melindungi
diri dari penganiayaan Quraisy dan segala macam kejahatannya.
Apabila iman itu merupakan landasan  yang  paling  kuat,  yang
akan membuat segalanya di hadapan kita menjadi kecil, dan
untuk itu dengan segala senang hati orang mengorbankan harta
bendanya, kesenangan, kebebasan dan seluruh hidupnya, apabila
penganiayaan itu dengan sendirinya akan membuat iman seseorang
bertambah dalam, maka penganiayaan dan pengorbanan yang
terus-menerus itu bagi seorang mukmin akan membuatnya ia
merenungkan lebih dalam lagi, akan memberinya ruangan yang
lebih luas serta pengertian tentang kebenaran yang lebih dalam
dan kuat. Dahulu Muhammad pernah menganjurkan kepada
pengikut-pengikutnya supaya mereka mengungsi ke Abisinia
daerah Kristen, karena di situ ada kebenaran, ada seorang raja
yang adil. Maka akan lebih baiklah bila sekarang kaum Muslimin
itu mengungsi ke Yathrib, dapat saling memperkuat diri dengan
sahabat-sahabat kaum Muslimin di sana, dapat saling
tolong-menolong dalam menahan bahaya yang mungkin menimpa
mereka. Dengan begitu mereka akan mendapat kebebasan dalam
merenungkan agama serta berterang-terang pula guna mengangkat
martabat mereka, sebagai jaminan suksesnya dakwah agama ini,
suatu dakwah yang tidak mengenal paksaan, melainkan dasarnya
adalah kasih-sayang, dapat meyakinkan dan bertukar pikiran
dengan cara yang baik.

Tahun ini - 622 M - jemaah haji dari Yathrib praktis jumlahnya
banyak sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang, tujuhpuluh
tiga pria dan dua wanita. Mengetahui kedatangan mereka ini,
terpikir oleh Muhammad akan mengadakan suatu ikrar lagi, tidak
terbatas hanya pada seruan kepada Islam seperti selama ini,
yang selama tigabelas tahun ini terus-menerus dilakukannya,
dengan lemah-lembut, dengan segala kesabaran menang gung
pelbagai macam pengorbanan dan kesakitan - melainkan kini
lebih jauh lagi dari itu. Ikrar itu hendaknya menjadi suatu
pakta persekutuan, yang dengan demikian kaum Muslimin dapat
mempertahankan diri: pukulan dibalas dengan pukulan, serangan
dengan serangan. Muhammad lalu mengadakan pertemuan rahasia
dengan pemimpin-pemimpin mereka.

Setelah ada kesediaan mereka, dijanjikannya pertemuan itu akan
diadakan di 'Aqaba pada tengah malam pada hari-hari Tasyriq.3
Peristiwa ini oleh Muslimin Yathrib tetap dirahasiakan dari
kaum musyrik yang datang bersama-sama mereka. Menunggu sampai
lewat sepertiga malam dari janji mereka dengan Nabi, mereka
keluar meninggalkan kemah, pergi mengendap-endap seperti
burung ayam-ayam, sembunyi-sembunyi jangan sampai rahasia itu
terbongkar.

Sesampai mereka di gunung 'Aqaba, mereka semua memanjati
lereng-lereng gunung tersebut, demikian juga kedua wanita itu.
Mereka tinggal di tempat ini menunggu kedatangan Rasul.

Kemudian Muhammad pun datang, bersama pamannya 'Abbas b.
Abd'l-Muttalib - yang pada waktu itu masih menganut
kepercayaan golongannya sendiri. Akan tetapi sejak sebelum itu
ia sudah mengetahui dari kemenakannya ini akan adanya suatu
pakta persekutuan; dan adakalanya hal ini dapat mengakibatkan
perang. Disebutkan juga, bahwa dia sudah mengadakan perjanjian
dengan Keluarga Muttalib dan Keluarga Hasyim untuk melindungi
Muhammad. Maka dimintanya ketegasan kemanakannya itu dan
ketegasan golongannya sendiri, supaya jangan kelak timbul
bencana yang akan menimpa Keluarga Hasyim dan Keluarga
Muttalib, dan dengan demikian berarti orang-orang Yathrib itu
akan kehilangan pembela. Atas dasar itulah, maka 'Abbas yang
pertama kali bicara.

"Saudara-saudara dari Khazraj!" kata 'Abbas. "Posisi Muhammad
di tengah-tengah kami sudah sama-sama tuan-tuan ketahui. Kami
dan mereka yang sepaham dengan kami telah melindunginya dari
gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang
terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di
negerinya sendiri. Tetapi dia ingin bergabung dengan tuan-tuan
juga. Jadi kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati janji
seperti yang tuan-tuan berikan kepadanya itu dan dapat
melindunginya dari mereka yang menentangnya, maka silakanlah
tuan-tuan laksanakan. Akan tetapi, kalau tuan-tuan akan
menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di
tempat tuan-tuan, maka dari sekarang lebih baik tinggalkan
sajalah."

Setelah mendengar keterangan 'Abbas pihak Yathrib menjawab:
"Sudah kami dengar apa yang tuan katakan. Sekarang silakan
Rasulullah bicara. Kemukakanlah apa yang tuan senangi dan
disenangi Tuhan."

Setelah membacakan ayat-ayat Qur'an dan memberi semangat
Islam, Muhammad menjawab:

"Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya seperti membela
isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri."

Ketika itu Al-Bara' b. Ma'rur hadir. Dia seorang pemimpin
masyarakat dan yang tertua di antara mereka. Sejak ikrar
'Aqaba pertama ia sudah Islam, dan menjalankan semua kewajiban
agama, kecuali dalam sembahyang ia berkiblat ke Ka'bah, sedang
Muhammad dan seluruh kaum Muslimin waktu itu masih berkiblat
ke al-Masjid'l-Aqsha. Oleh karena ia berselisih pendapat
dengan masyarakatnya sendiri, begitu mereka sampai di Mekah
segera mereka minta pertimbangan Nabi. Muhammad melarang
Al-Bara' berkiblat ke Ka'bah.

Setelah tadi Muhammad minta kepada Muslimin Yathrib supaya
membelanya seperti mereka membela isteri dan anak-anak mereka
sendiri, Al-Bara' segera mengulurkan tangan menyatakan
ikrarnya seraya berkata: "Rasulullah, kami sudah berikrar.
Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah
kami warisi dari leluhur kami."

Tetapi sebelum Al-Bara' selesai bicara, Abu'l-Haitham
ibn't-Tayyihan datang menyela:

"Rasulullah, kami dengan orang-orang itu - yakni orang-orang
Yahudi - terikat oleh perjanjian, yang sudah akan kami
putuskan. Tetapi apa jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak
Tuhan memberikan kemenangan kepada tuan, tuan akan kembali
kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami?"

Muhammad tersenyum, dan katanya: "Tidak, saya sehidup semati
dengan tuan-tuan. Tuan-tuan adalah saya dan saya adalah
tuan-tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang tuan-tuan
perangi, dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang
tuan-tuan ajak berdamai."

Tatkala mereka siap akan mengadakan ikrar itu, 'Abbas b.
'Ubada datang menyela dengan mengatakan: "Saudara-saudara dari
Khazraj. Untuk apakah kalian memberikan ikrar kepada orang
ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia tidak melakukan perang
terhadap yang hitam dan yang merah4 melawan orang-orang itu.5
Kalau tuan-tuan merasa, bahwa jika harta benda tuan-tuan habis
binasa dan pemuka-pemuka tuan-tuan mati terbunuh, tuan-tuan
akan menyerahkan dia (kepada musuh), maka (lebih baik) dari
sekarang tinggalkan saja dia. Kalaupun itu juga yang tuan-tuan
lakukan, ini adalah suatu perbuatan hina dunia akhirat.
Sebaliknya, bila tuan-tuan memang dapat menepati janji seperti
yang tuan-tuan berikan kepadanya itu, sekalipun harta-benda
tuan-tuan akan habis dan bangsawan-bangsawan akan mati
terbunuh, maka silakan saja tuan-tuan terima dia. Itulah suatu
perbuatan yang baik, dunia akhirat."

Orang ramai itu menjawab:

"Akan kami terima, sekalipun harta-benda kami habis,
bangsawan-bangsawan kami terbunuh. Tetapi, Rasulullah, kalau
dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"

"Surga," jawab Muhammad dengan tenang dan pasti.

Mereka lalu mengulurkan tangan dan dia juga membentangkan
tangannya. Ketika itu mereka menyatakan ikrar kepadanya.

Selesai ikrar itu, Nabi berkata kepada mereka:

"Pilihkan dua belas orang pemimpin dari kalangan tuan-tuan
yang akan menjadi penanggung-jawab masyarakatnya."

Mereka lalu memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang
dari Aus. Kemudian kepada pemimpin-pemimpin itu Nabi berkata:

"Tuan-tuan adalah penanggung-jawab masyarakat tuan-tuan
seperti pertanggung-jawaban pengikut-pengikut Isa bin Mariam.
Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggungjawab."

Dalam ikrar kedua ini mereka berkata:

"Kami berikrar mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di
waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar
di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapapun
atas jalan Allah ini."

Peristiwa ini selesai pada tengah malam di celah gunung
'Aqaba, jauh dari masyarakat ramai, atas dasar kepercayaan,
bahwa hanya Allah Yang mengetahui keadaan mereka. Akan tetapi,
begitu peristiwa itu selesai, tiba-tiba mereka mendengar ada
suara berteriak yang ditujukan kepada Quraisy: "Muhammad dan
orang-orang yang pindah kepercayaan itu sudah berkumpul akan
memerangi kamu!"

Suara itu datangnya dari seseorang yang keluar untuk urusannya
sendiri. Mengetahui keadaan mereka itu sedikit dengan melalui
pendengarannya yang selintas, ia lalu bermaksud hendak
mengacaukan rencana itu dan mau menanamkan kegelisahan dalam
hati mereka, bahwa rencana mereka malam itu diketahui. Akan
tetapi pihak Khazraj dan Aus tetap pada janji mereka. Bahkan
'Abbas b. 'Ubada - setelah mendengar suara simata-mata itu -
berkata kepada Muhammad:

"Demi Allah Yang telah mengutus tuan atas dasar kebenaran,
kalau sekiranya tuan sudi, penduduk Mina itu besok akan kami
habiskan dengan pedang kami."

Ketika itu Muhammad menjawab:

"Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah
tuan-tuan."

Merekapun kembali ke tempat mereka bermalam, lalu tidur.
Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun.

Akan tetapi pagi itu juga Quraisy sudah mengetahui berita
adanya ikrar itu. Mereka terkejut sekali. Pagi itu
pemuka-pemuka Quraisy mendatangi Khazraj di tempatnya
masing-masing. Mereka menyesalkan Khazraj dan mengatakan,
bahwa mereka tidak ingin berperang dengan Khazraj. Tetapi
kenapa mau bersekutu dengan Muhammad memerangi mereka. Ketika
itu juga orang-orang musyrik dari kalangan Khazraj
bersumpah-sumpah bahwa hal semacam itu tidak ada sama sekali.
Sedang Muslimin malah diam saja setelah dilihatnya Quraisy
lagaknya akan mempercayai keterangan orang-orang yang seagama
dengan mereka itu.

Sekarang Quraisy kembali tanpa dapat mengiakan atau meniadakan
berita tersebut. Tetapi mereka terus menyelidiki, kalau-kalau
dapat mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Sementara itu
orang-orang Yathrib sudah mengangkat perbekalan mereka dan
kembali menuju negeri mereka sebelum pihak Quraisy mengetahui
benar apa yang mereka lakukan itu.

Setelah kemudian Quraisy mengetahui, bahwa berita itu memang
benar, mereka berangkat mencari orang-orang Yathrib itu.
Tetapi sudah tak ada lagi yang akan dapat mereka jumpai selain
Sa'd b. 'Ubada, yang lalu diambil dan dibawanya ke Mekah. Ia
disiksa. Tetapi kemudian Jubair b. Mut'im b. 'Adi dan
al-Harith b. Umayya datang menolongnya. Dulu orang ini pernah
menolong mereka ketika mereka dalam perjalanan perdagangan ke
Syam lewat Yathrib.

Kalau begitu kekuatiran Quraisy kiranya tidak
berlebih-lebihan, begitu juga dalam mengejar jejak mereka yang
telah ikrar kepada Muhammad akan memerangi mereka itu. Mereka
telah mengenalnya selama tigabelas tahun terus-menerus, sejak
permulaan kenabiannya. Mereka sudah berusaha mati-matian
melancarkan perang pasif itu kepadanya, dan masing-masing
sudah pula menghadapinya. Mereka mengetahui itu adalah karena
keyakinannya kepada Tuhan, karena teguhnya ia berpegang pada
ajaran yang benar. Ia sudah tak dapat dilunakkan dan tak dapat
pula dibujuk. Ia tak pernah gentar menghadapi gangguan,
menghadapi siksaan, menghadapi pembunuhan. Sesudah ia dan
pengikut-pengikutnya disakiti dengan pelbagai macam gangguan,
sesudah ia dikepung di celah-celah bukit, seluruh penduduk
Mekah diteror dengan bermacam-macam ketakutan supaya jangan
jadi pengikutnya, terbayang oleh Quraisy bahwa mereka sudah
hampir mengalahkannya, kegiatannya hanya akan terbatas dalam
lingkaran sempit pengikut-pengikutnya yang masih berpegang
pada agama itu saja. Dia dan sahabat-sahabatnya tidak lama
lagi sudah akan jemu dalam pengasingan, dan akan kembali
tunduk menyerah di bawah kekuasaan mereka.

Tetapi sekarang, dengan adanya perjanjian persekutuan baru
ini, pintu harapan akan menang jadi terbuka didepan Muhammad
dan pengikut-pengikutnya. Setidak-tidaknya harapan kebebasan
menyebarkan agama, serta menyerang berhala-berhala dan
penyembah-penyembahnya. Siapa tahu apa yang akan terjadi kelak
terhadap masyarakat seluruh jazirah Arab itu, bila sudah
mendapat bantuan Yathrib berikut Aus dan Khazrajnya, dan
sesudah mendapat perlindungan dari serangan musuh, disertai
adanya kebebasan melakukan upacara agama serta mengajak pihak
lain turut bergabung. Kalau Quraisy tidak dapat mengikis
gerakan ini di tanah tumpah darahnya sendiri maka kekuatiran
mereka pada hari kemudiannya tetap selalu membayang, dan
kemenangan Muhammad terhadap mereka masih tetap menggelisahkan
mereka.

Oleh karena itu sungguh-sungguh mereka memikirkan apa yang
harus mereka lakukan guna menggagalkan usaha Muhammad itu,
serta menghancurkan gerakan barunya. Demikian juga dia sendiri
tidak kurang dari Quraisy dalam memikirkan hal ini. Pintu yang
telah dibukakan Tuhan di hadapannya itu ialah pintu kehormatan
bagi agama Allah, pintu yang akan memberi tempat pada arti
kebenaran. Perjuangan yang sekarang berkecamuk antara dia
dengan pihak Quraisy, adalah suatu peristiwa yang paling hebat
terjadi sejak masa kerasulannya, yakni suatu perjuangan hidup
atau mati bagi kedua belah pihak. Sudah tentu, kemenangan itu
ada pada pihak yang benar. Keputusannya sudah bulat. Bolehlah
ia minta pertolong an Tuhan. Biarlah, segala tipu-daya yang
sudah dilakukan Quraisy itu akan bersifat lebih menghina
mereka sendiri melebihi yang sudah-sudah. Ia akan terus maju,
tapi dengan sikap bijaksana, tenang dan hati-hati. Masalahnya
adalah masalah kecekatan politik dan kecerdikan seorang
pemimpin yang saksama.

Dimintanya sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum Anshar ke
Yathrib. Hanya saja dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka
terpencar-pencar, supaya jangan sampai menimbulkan kepanikan
pihak Quraisy terhadap mereka.

Mulailah kaum Muslimin melakukan hijrah secara sendiri-sendiri
atau kelompok-kelompok kecil. Akan tetapi hal itu rupanya
sudah diketahui oleh pihak Quraisy. Mereka segera bertindak,
berusaha mengembalikan yang masih dapat dikembalikan itu ke
Mekah untuk kemudian dibujuk supaya kembali kepada kepercayaan
mereka, kalau tidak akan disiksa dan dianiaya. Sampai-sampai
tindakan itu ialah dengan cara memisahkan suami dari isteri;
kalau si isteri dari pihak Quraisy ia tidak dibolehkan pergi
ikut suami. Yang tidak menurut, isterinya yang masih dapat
mereka kurung, dikurung.

Akan tetapi mereka takkan dapat berbuat lebih dari itu. Mereka
kuatir akan pecah perang saudara antar-kabilah jika mereka
mencoba membunuh salah seorang dari kabilah itu.

Berturut-turut kaum Muslimin hijrah ke Yathrib, sedang
Muhammad tetap berada di posnya. Tak ada orang yang
mengetahui, dia akan tetap tinggal di tempatnya itu atau sudah
mengambil keputusan akan hijrah juga. Dahulu juga mereka tidak
mengetahui, ketika sahabat-sahabatnya diijinkan hijrah ke
Abisinia, sedang dia sendiri tetap di Mekah menyerukan
anggota-anggota keluarganya yang lain ke dalam Islam. Bahkan
Abu Bakrpun, ketika minta ijin akan turut hijrah ke Yathrib,
ia hanya berkata: "Jangan tergesa-gesa; kalau-kalau Tuhan
menyertakan seorang kawan." Dan tidak lebih dari itu.

Sungguhpun begitu pihak Quraisy sendiri sudah seribu kali
memperhitungkan hijrah Nabi ke Yahtrib itu. Jumlah kaum
Muslimin di sana sudah begitu banyak sehingga hampir-hampir
mereka itu menjadi pihak yang menentukan. Sekarang datang pula
mereka yang hijrah dari Mekah menggabungkan diri, sehingga
mereka jadi bertambah kuat juga adanya. Dalam pada itu,
apabila Muhammad - orang yang sudah mereka kenal berpendirian
teguh dengan pendapatnya yang tepat dan berpandangan jauh -
sampai menyusul ke Yathrib, mereka kuatir penduduk Yathrib itu
kelak akan menyerbu Mekah, atau akan menutup jalur perjalanan
perdagangan mereka ke Syam atau akan membuat mereka mati
kelaparan seperti yang pernah mereka lakukan dulu terhadap
Muhammad dan sahabat-sahabatnya tatkala mereka membuat piagam
pemboikotan dan memaksa mereka tinggal di celah-celah gunung
selama tigapuluh bulan.

Apabila Muhammad masih tinggal di Mekah dan berusaha akan
meninggalkan tempat itu, maka mereka masih merasa terancam
oleh adanya tindakan pihak Yathrib dalam membela Nabi dan
Rasul. Jadi tak ada jalan keluar bagi mereka selain dengan
membunuhya. Dengan begitu mereka lepas dari malapetaka yang
terus-menerus itu. Tetapi kalau juga mereka membunuhnya, tentu
Keluarga Hasyim dan Keluarga Muttalib akan menuntut balas.
Maka pecahlah perang saudara di Mekah, dan suatu bencana yang
sangat mereka takuti juga akan datang dari pihak Yathrib.

Sekarang mereka mengadakan pertemuan di Dar'n-Nadwa membahas
semua persoalan itu serta cara-cara pencegahannya. Salah
seorang dari mereka mengusulkan:

"Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup pintunya
rapat-rapat kemudian awasi biar dia mengalami nasib seperti
penyair-penyair semacamnya sebelum dia; seperti Zuhair dan
Nabigha."

Tetapi pendapat ini tidak mendapat suara.

"Kita keluarkan dia dari lingkungan kita, kita buang dari
negeri kita. Sesudah itu tidak perlu kita pedulikan lagi
urusannya," demikian terdengar suara yang lain. Tetapi mereka
kuatir ia akan terus menyusul ke Medinah dan apa yang mereka
takuti justru akan menimpa mereka.

Akhirnya mereka memutuskan, dari setiap kabilah akan diambil
seorang pemuda yang tegap, dan setiap pemuda itu akan
dipersenjatai dengan sebilah pedang yang tajam, yang secara
bersama-sama sekaligus mereka akan menghantamnya, dan darahnya
dapat dipencarkan antar-kabilah. Dengan demikian Banu 'Abd
Manaf takkan dapat memerangi mereka semua. Mereka akan menebus
darah itu kemudian dengan harta. Maka terlepaslah Quraisy dan
orang yang membuat porak-poranda dan mencerai-beraikan
kabilah-kabilah mereka itu.

Mereka menyetujui pendapat ini dan merasa cukup puas. Mereka
mengadakan seleksi di kalangan pemuda-pemuda mereka. Mereka
menganggap bahwa soal Muhammad akan sudah selesai. Beberapa
hari lagi ia akan terkubur habis ke dalam tanah, bersama
ajarannya, dan mereka yang sudah hijrah ke Yathrib akan
kembali ke tengah-tengah masyarakat, akan kembali kepada
kepercayaan dan kepada dewa-dewa mereka. Quraisy dan negeri
Arab yang sudah dipecah-belah, kedudukannya yang sudah mulai
lemah, dengan demikian akan kembali bersatu.

Catatan kaki:

1 Bai'at'l-'Aqaba, secara harfiah berarti pernyataan
dan sumpah setia yang diadakan di bukit 'Aqaba (A).

2 Hilf (amak ahlaf) pernyataan sumpah setia-kawan atau
bersahabat baik antar kabilah bersangkutan yang biasa
berlaku dalam tradisi masyarakat Arab pada masa itu.
Halif (jamak hulafa'), yakni pihak yang mengadakan
persahabatan, kawan-kawan sepersekutuan (A).

3 Hari-hari Tasyriq ialah tiga hari berturut-turut
setelah hari Raya Kurban (lebaran Haji) (A).

4 Yakni berperang habis-habisan melawan semua orang
(A).

5 Yakni Quraisy (A).
 
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Nahdliyin - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger