Mencicipi masakan untuk disuguhkan saat berbuka puasa nanti, bisa
dikatakan setengah wajib. Setengah wajib di sini tidak perlu
dipersoalkan serius. Yang penting, sebelum masakan meluncur ke atas meja
makan, rasa masakan itu harus dipastikan sip benar di dapur. Sebab
masakan yang begitu banyak garam atau terlalu adem, dapat mengganggu
selera makan.
Bagaimana kalau orang yang mencicipi masakan dalam
keadaan berpuasa? Jawabannya harus terang. Pasalnya keterangan ini
dibutuhkan agar orang tidak perlu canggung mencicipi masakannya demi
menyuguhkan masakan dengan rasa yang pas sesuai selera.
Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam kitabnya, Hasyiyatusy Syarqawi ‘ala Tuhfatith Thullab menyebutkan demikian.
وذوق
طعام خوف الوصول إلى حلقه أى تعاطيه لغلبة شهوته ومحل الكراهة إن لم تكن
له حاجة ، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة ومن له صغير يعلله فلا يكره في
حقهما ذلك قاله الزيادي
“Di antara sejumlah makruh dalam
berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan
mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat
menjalankannya lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi makruhnya itu
sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang
yang mencicipi makanan itu. Berbeda lagi bunyi hukum untuk tukang masak
baik pria maupun wanita, dan orang tua yang berkepentingan mengobati
buah hatinya yang masih kecil. Bagi mereka ini, mencicipi makanan
tidaklah makruh. Demikian Az-Zayadi menerangkan.”
Singkat cerita,
mencicipi masakan bagi mereka yang puasa sejauh ia berkepentingan yang
dibenarkan syar’i tidak masalah,makruh pun tidak. Asal saja, usai
dicicipi segera dikeluarkan kembali. Jangan ditahan lama-lama, apalagi
ditelan. Kalau ditelan bukan hanya haram, tetapi juga membatalkan puasa.
Wallahu A’lam. (Alhafiz K)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar