|
[1] Dalam Pigeaud, Literature (jil. III, di bawah "Blora", "Boja Nagara", dan pada narna lain yang tersebut dalam teks), telah dicantumkan keterangan-keterangan singkat tentang cerita-cerita yang bersifat legenda ini, dan petunjuk tentang naskah-naskah Jawa yang menampilkan cerita-cerita tersebut. (Mengenai Matahun lihat juga Pigeaud, Java, jil. V, di bawah "Matahun", dan juga Noorduyn, "Ferry", hlm. 480).
[2] Dalam Pigeaud, Java, (jil. V, di bawah "Lasem"), telah ditunjuk tempat-tempat dalam Nagara Kertagarna, tempat daerah ini disebutkan sebagai "tanah raja" milik anggota keluarga raja Majapahit.
[3] Mengenai pengusahaan garam dan perdagangan garam di Jawa pada masa sebelum zaman Islam, terdapat pemberitaan-pemberitaan pada beberapa piagam "Biluluk" Jawa kuno, yang telah diterjemahkan dan dibicarakan dalam Pigeaud, Java (jil. V, di bawah "Biluluk", dan dalam Indeks, hlm. 42: "salt").
[4] Dr. Meilink Roelofsz berkali-kali menceritakan Rembang, Pati, dan Juwana dalam karangannya (Meilink-Roelofzs, Asian Trade) sementara ia menunjuk pada Pires, Suma Oriental.
[5] Mengenai pengelolaan hutan dan tentang hutan-hutan jati di Jawa pada masa sebelum zaman Islam, diuraikan dalam piagam Jawa Kuno Katiden (Pigeaud, Java, jil. V, di bawah "Jati" dan dalam Indeks, hlm. 44: "tree").
[6] Pigeaud, Literature (jil.III di bawah "Kalang"), memuat petunjuk-petunjuk singkat tentang naskah-naskah Jawa, tempat golongan orang-orang ini dibicarakan. Dalam Pigeaud, Volksvertoningen (lihat indeksnya: "Kalang") dicantumkan pandangan-pandangan sementara tentang arti mitos asal orang Kalang (asal usulnya dari anjing).
[7] Mengenai Jipang, Rajeg Wesi, dan Bojonegoro telah dikumpulkan keterangan-keterangan penting oleh Dr. Noorduyn (Noorduyn, "Ferry", dan Noorduyn, "Solo Ferries"). Panangsang ini mungkin nama tempat, yang belum dapat dipastikan lokasinya.
[8] Lihat Berg, "Pandji-verhalen" (hlm. 42). Dalam Graaf, Senapati (hlm. 42) dikemukakan adanya berita Belanda yang mungkin dapat dihubungkan dengan Aria Panangsang dari Jipang.
[9] Cerita tentang Aria Panangsang ini disebutkan dalam kumpulan legenda Melayu tentang para wali di Jawa dan tempat tinggalnya (Wardi, Kumpulan).
[10] Tahun-tahun peristiwa ini, yang disebut dalam Babad Momana dari Yogya, telah dibicarakan dalam Graaf, Senapati, hlm. 114. Lihat juga Bab XX-5 mengenai perluasan Kerajaan Mataram pada perempat terakhir abad ke-16.
[11] Buku Sadjarah Dalem (Padmasoesastra, Sadjarah Dalem) dalam bahasa Jawa, yang berwujud daftar keturunan nenek moyang dan sanak saudara para raja Surakarta dan Yogyakarta dari abad ke-19 (baik yang bersifat legenda maupun sejarah) berisi banyak cerita yang amat menarik, yang tentu telah dikumpulkan oleh Padmasoesastra dari catatan-catatan keluarga milik orang-orang terkemuka. Karena ia seorang pegawai, lagi pula anak emas Patih Surakarta, dia banyak menaruh perhatian pada keturunan Matahun. Keturunan itu dilukiskan dalam bukunya sebagai Carangan Matahunan (Cabang Matahun, hlm. 250-261). Moyang keturunan para patih ternyata seseorang yang bernama Bagus Sangka, cucu seorang Aria dari Dadap Tulis, yang menjabat tumenggung carik di Keraton Kartasura. Paku Buwana I (Sunan Puger, 1703-1719) mula-mula telah menugasi Bagus Sangka sebagai wali pengasuh (ngemong) Aria Matahun, alias Tumenggung Surawijaya dari Jipang. Sesudah ia meninggal, Bagus Sangka diangkat sebagai penggantinya di Jipang, dengan gelar Adipati Aria Matahun. Siapa Tumenggung Surawijaya (yang tua?) dari Jipang itu dahulu, tidak diberitakan. Pada tahun 1678 Aria Panangsang dari Jipang, seseorang yang baru keinudian memakai nama yang dahulu tersohor itu, bersama pengikut-pengikutnya, dalam pengabdiannya terhadap Sunan Mangkurat II, ikut serta dalam mengejar Trunajaya, waktu pangeran Madura ini (Trunajaya), sesudah jatuhnya ibu kota Kediri, mengundurkan diri ke arah timur, lewat Sungai Brantas sampai ke hulu sungai. Tidak diketahui Aria Panangsang termasuk keturunan mana, sebab baru muncul menjelang akhir abad ke-17 ini (lihat Graaf, Hurdr, hlm. 250).
[12] Raffles (Raffles, History) menyebutkan pada "Chronological Table" sebagai kejadian untuk tahun 1556 suatu Conquest of Blora 'Penaklukan Blora'. Pemberitaan Raffles ini dan pemberitaan-pemberitaan lainnya yang seperti itu berdasarkan daftar-daftar tahun Jawa. Daftar yang berbeda dari yang dipakai Raffles menyebutkan terjadinya "pamblora" itu pada tahun 1554. Yang dimaksudkan kedua pemberitaan ini pasti kejadian yang sama; dan tahun mana yang paling tepat tidak menjadi soal.
[13] Teks "plakkaat" Muntinghe terdapat dalam kumpulan Hollandse Handschriften di KITLV (lihat Graaf, Catalogus, hlm. 6).
[14] Naskah-naskah buku-buku hukum Jawa yang ditemukan di Lampung, disebutkan dalam Pigeaud, Literature, jil. II, hlm. 207 (LOr, no. 4280) dan jil. III, hlm. 139 b (AdKIT 1273/1a). Naskah yang disebutkan terakhir ini ditulis dengan huruf Lampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar