Seringkali para ustadz dan guru
mengibaratkan Imam sebagai supir. Karena posisinya yang berada di depan dan
memimpin perjalanan ibadah shalat. Dalam keadaan longgar imam biasa dipilih dan
ditentukan dengan berbagai kriteria. Dipiliha diantara mereka yang paling
banyak memiliki kelebihan. Baik kelebihan umur (paling tua), kelebihan ilmu
(paling alim), paling zuhud dan seterusnya. Oleh karena itulah takmir masjid
biasa menentukan Imam dengan musyawarah dan penilaian yang ketat.
Akan tetapi dalam keadaan tertentu
dimana tidak ada pilihan, maka syarat lelaki menjadi satu-satunya syarat utama
yang tidak tergugurkan. Malasahnya kemudian bagaimanakah jika lelaki itu
seorang fasiq? Yang masih suka minum barang haram, suka berdusta atau bahkan
melanggar norma sosial? Apakah bisa di terima? Bisa tetapi hukumnya Makruh
demikian keterangan dalam Fathul Mu’in pada Hamisy I’anatut Thalibin:
وكره اقتداء بفاسق و مبتدع
Dan dihukumi makruh mengikuti
(berimam kepada) orang fasik dan ahli bid’ah
Demikian karena filosofinya bahwa
imam adalah ketua rombongan yang menghantarkan jama’ah menuju Allah swt.
meskipun terkadang imam itu benar-benar hanya berlaku sopir yang cuma mengerti
tehnik operasional kendaraan. Sedangkan pemandu adalah mereka yang berpengalaman
dan mengerti jalur atau mereka yang telah mengantongi alamat yang benar,
merekalah penunjuk jalan sebenarnya. Penunjuk jalan ini tidak harus imam, bisa
siapa saja yang kebetulan ada dalam rombongan jama’ah. Inilah kelebihan shalat
berjama’ah.
Shalat sendiri bagaikan perjalanan
seorang diri. Perjalanan ini bisa sampai pada tujuannya jika mengerti alamat
dan konsentrasi tidak mudah tergoda dengan berbagai macam pikiran. Kita bisa
mengukur diri sendiri berapa persenkah konsntrasi kita pada satu kali shalat?
Sedangkan berjama’ah seperti halnya berjalan bersama rombongan. Meskipun sopir
hanya mengandalkan tehnik mengperasikan kendaaran tetapi sebagian penumpang ada
yang tahu persis kemana arah dan alamt tujuan. Sehingga penumpang lain yang
tidak bisa menyupir dan tidak berpengalaman sampai juga pada alamat tujuan.
Akan tetapi jauh lebih baik jika
seorang imam selain memiliki ketrampilan praktis juga mempunyai pengalaman
dalam memimpin perjalanan ini. Demikian keterangan sebuah hadits yang berbunyi:
إِنْ سَرَّكُمْ أَنْ تُقْبَلَ
صَلاتُكُمْ ، فَلْيَؤُمَّكُمْ خِيَارُكُمْ فانهم وفدكم فيما بينكم وبين ربكم
Jika kamu ingin shalatmu diterima
hendaklah yang mengimami itu adalah orang-orang baik, karena dia itu adalah
delegaasi antara kamu dan tuhan kamu
Maka sebaiknya dalam keadaan yang
memungkinkan pilihlah imam sesuai anjuran Rasululah saw. (ulil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar