Home » » Islam di Spanyol: Benteng Terakhir itu Bernama Granada

Islam di Spanyol: Benteng Terakhir itu Bernama Granada

Written By Moh Wahyudi on Rabu, 22 Mei 2013 | 10.09


Kota Granada menjadi terkenal ketika kaum Arab (disebut bangsa Moor oleh orang Barat) memilih daerah itu untuk menjadi lokasi perdagangan di awal abad ke-13. Se­gera setelah itu, sebuah kompleks ben­teng, dengan nama Qalat Al-Hamra (Ben­teng Merah), dibangun di atas plato tinggi untuk memberikan pemandangan kota yang indah bagi emir Moor, serta lokasi yang tepat untuk mempertahan­kan diri dari para penyerang.
  Awalnya, sebagai sebuah tempat perlindungan ketika Granada dikepung, tembok-tembok tinggi Al-Hamra pada akhirnya menjadi sebuah benteng, me­magari pasar kecil dan beberapa istana indah. Perkembangan selanjutnya, “is­tana” ini kemudian dirancang untuk men­cerminkan keindahan surga. Al-Hamra pun akhirnya menjadi kompleks yang ter­diri atas taman-taman, air mancur, su­ngai kecil, istana, dan sebuah masjid, se­muanya di dalam tembok yang dikelilingi 13 menara raksasa di titik-titik strategis.

Kiblat Pelajar Dunia

Sejarah mencatat, Granada adalah salah satu pusat ilmu pengetahuan di masa kejayaan Islam. Granada menjadi tempat paling diburu oleh para pelajar di seluruh dunia.

Granada terletak di selatan kota Mad­rid, ibu kota Spanyol sekarang. Gra­nada memiliki keindahan yang amat mengagumkan. Itu sebabnya, nama “Granada” diambil dari nama keindahan (granada artinya “kecantikan” dan “ke­indahan”).

Kawasan ini terbentang di sekitar Laut Mediterranian dari selatan dan ber­ada di sekitar Sungai Syanil. Tempat yang enak dipandang mata, karena ber­ada di ketinggian 669 meter dari atas laut. Konon, inilah rahasia keindahan dan kecantikan Granada.

Setelah Islam memasuki Spanyol le­wat Andalusia, tempat ini menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan Islam yang agung dan tergolong dalam kawasan lain­nya yang tak kalah menarik dan ber­sejarah setelah Andalusia, Cordova, Ba­lansiah, Bahrit, Ichiliah, Tolaitalah, dan yang lainnya. Granada juga termasyhur sebagai kiblat yang menjadi tumpuan harapan para pelajar yang datang dari segenap kawasan yang berada di sekitar Granada, baik kaum muslimin maupun non-muslim. Pusat pengkajian yang termasyhur di Granada adalah Al-Yusufiah dan An-Nashriyyah.

Di sini juga telah terahir banyak ilmu­wan muslim yang terkenal. Di antaranya Abu Al-Qasim Al-Majrithi, sebagai pen­cetus kebangkitan astronomi Andalusia pada tahun 398 Hijriyyah atau sekitar tahun 1008 Masehi. Ia telah memberikan dasar bagi salah satu pusat pengkajian ilmu matematika.

Selain Abu Al-Qasim, juga masih ada sejumlah ilmuwan dan ulama terkenal, di antaranya Al-Imam Asy-Syathibi, Lisa­nuddin Al-Khatib, As-Sarqasti, Ibnu Zamrak, Muhammad Ibnu Ar-Riqah, Abu Yahya Ibnu Ridwan, Abu Abdullah Al-Fahham, Ibnu As-Sarah, Yahya Ibnu Al-Huzail At-Tajibi, As-Shaqurmi, Ibnu Zuh­ri. Di kalangan wanita, tercatat nama-nama seperti Hafsah binti Al-Haj, Ham­dunah binti Ziad, dan saudaranya, Zainab.

Setelah kekuasaan keturunan Bani Ahmar menetap di Granada dan sekitar­nya di Timur Laut, dekat dengan ke­dudukan Al-Hamra, pada tempat yang begitu strategis, mereka membangun salah satu istana yang terkenal dengan nama “Istana Al-Hamra”.

Al-Hamra juga menjadi nama salah satu kota yang sederhana saat berada dalam kekuasaan Badis bin Habus, lalu dia menjadikan kota Al-Hamra sebagai pusat pemerintahannya. Ia membangun sebuah benteng yang besar di sekitar bukit yang tinggi, yang kemudian ter­kenal dengan nama “Benteng Granada”.

Dalam waktu yang cukup lama, Gra­nada menjadi sebuah kota yang tidak da­pat dikalahkan. Karena dimakan umur, bangunan benteng kemudian berubah warna menjadi merah, dan di kawasan inilah Istana Al-Hamra dibangun (Al-Hamra artinya “Istana Merah”).

April Mop

Dalam budaya masyarakat Barat, ada satu hari yang dikenal dengan istilah “April Mop”. Sebenarnya, April Mop ter­kait dengan tragedi dalam sejarah Islam di Granada. Hari itu merupakan pera­ya­an hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib yang dilakukan lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, April Mop “di­rayakan” dengan cara melegalkan pe­nipuan dan kebohongan walau dibung­kus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan.

Biasanya orang akan menjawab bah­wa April Mop, yang hanya berlaku pada tanggal 1 April, adalah hari di mana kita boleh dan sah-sah saja menipu te­man, orangtua, saudara, atau lainnya, dan sang target tidak boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April Mop. Biasanya sang target, jika sudah sadar kena April Mop, akan tertawa, atau mengumpat se­bal, tentu saja bukan marah sungguhan.

Walaupun belum sepopuler peraya­an tahun baru atau Valentine’s Day, bu­daya April Mop dalam dua dekade ter­akhir memperlihatkan kecenderungan yang makin akrab di masyarakat per­kotaan kita. Terutama di kalangan anak muda. Bukan mustahil pula, ke depan juga akan meluas ke masyarakat yang ting­gal di pedesaan. Ironisnya, masya­rakat dengan mudah meniru kebuda­ya­an Barat ini tanpa mengkritisinya terlebih dahulu, apakah budaya itu baik atau ti­dak, bermanfaat atau sebaliknya.

Perayaan April Mop berawal dari suatu tragedi besar yang sangat menye­dihkan dan memilukan? April Mop, atau The April’s Fool Day, berawal dari satu episode sejarah muslim Spanyol di tahun 1487 M, atau bertepatan dengan 892 H.

Sejak dibebaskan Islam pada abad ke-8 M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh men­jadi satu negeri yang makmur. Pasukan Islam tidak saja berhenti di Spanyol, na­mun terus melakukan pembebasan di ne­geri-negeri sekitar menuju Prancis. Pran­cis Selatan dengan mudah dibebas­kan. Kota Carcassone, Nimes, Bordeaux, Lyon, Poitou, Tours, dan sebagainya jatuh. Walaupun sangat kuat, pasukan Islam masih memberikan toleransi ke­pada suku Goth dan Navaro di daerah sebelah barat yang berupa pegunungan. Islam telah menerangi Spanyol.

Karena sikap para penguasa Islam yang begitu baik dan rendah hati, banyak orang Spanyol yang kemudian dengan tulus dan ikhlas memeluk Islam. Muslim Spanyol bukan saja beragama Islam, namun sungguh-sungguh mempraktek­kan kehidupan secara Islami. Tidak saja membaca Al-Qur’an, namun bertingkah laku berdasarkan Al-Qur’an. Mereka se­lalu berkata “tidak” untuk musik, bir, per­gaulan bebas, dan segala hal yang di­larang Islam. Keadaan tenteram seperti itu berlangsung hampir enam abad lama­nya.

Selama itu pula kaum kafir yang ma­sih ada di sekeliling Spanyol terus berupaya membersihkan Spanyol dari Islam, namun selalu gagal. Maka dikirim­lah sejumlah mata-mata un­tuk mem­pelajari kelemahan umat Islam Spanyol.

Akhirnya mereka menemukan cara un­tuk menaklukkan Islam, yakni dengan pertama-tama melemahkan iman me­reka melalui jalan serangan pemikiran dan budaya. Musik diperdengarkan un­tuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari daripada mem­­baca Al-Qur’an. Mereka juga me­ngirimkan sejumlah ulama palsu untuk meniup-niupkan perpecahan ke dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-ke­lamaan upaya ini membuahkan hasil.

Akhirnya Spanyol jatuh dan bisa di­kuasai pasukan salib. Penyerangan oleh pasukan salib benar-benar dilakukan de­ngan kejam tanpa mengenal perike­ma­nusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, tetapi juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua. Satu per satu daerah di Spanyol jatuh.

Granada adalah daerah terakhir yang ditaklukkan. Penduduk-penduduk Islam di Spanyol (juga disebut orang Moor) terpaksa berlindung di dalam ru­mah untuk menyelamatkan diri, namun tentara-tentara salib terus mengejar me­reka. Ketika jalan-jalan sudah sepi, ting­gal menyisakan ribuan mayat yang ber­gelimpangan bermandikan genangan da­rah, tentara salib mengetahui bahwa banyak muslim Granada yang masih bersembunyi di rumah-rumah. Dengan lantang tentara salib itu meneriakkan pengumuman bahwa para muslim Gra­nada bisa keluar dari rumah dengan aman dan diperbolehkan berlayar keluar Spanyol dengan membawa barang-ba­rang keperluan mereka.

Orang-orang Islam masih curiga de­ngan tawaran ini. Namun beberapa di antara orang muslim diperbolehkan me­lihat sendiri kapal-kapal penumpang yang sudah dipersiapkan di pelabuhan. Setelah benar-benar melihat ada kapal yang sudah disediakan, mereka pun se­gera bersiap untuk meninggalkan Gra­nada dan berlayar meninggalkan Spa­nyol.

Keesokan harinya, ribuan penduduk mus­lim Granada keluar dari rumah-ru­mah mereka dengan membawa seluruh barang keperluan, beriringan berjalan me­nuju ke pelabuhan. Beberapa orang Islam yang tidak mempercayai pasukan salib memilih bertahan dan terus ber­sem­bunyi di rumah-rumah mereka.

Setelah ribuan umat Islam Spanyol berkumpul di pelabuhan, dengan cepat tentara salib menggeledah rumah-rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Lidah api terlihat menjilat-jilat angkasa ketika mereka membakari rumah-rumah tersebut bersama dengan orang-orang Islam yang masih bertahan di dalamnya.

Sedang ribuan umat Islam yang pergi menuju pelabuhan pun tertahan di sana, karena tentara salib juga memba­kar kapal-kapal yang dikatakan akan mengangkut mereka keluar dari Spa­nyol. Kapal-kapal itu dengan cepat teng­gelam. Ribuan umat Islam itu tidak bisa berbuat apa-apa, karena sama sekali ti­dak bersenjata. Mereka juga kebanyak­an terdiri dari para wanita dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Sedang para tentara salib telah mengepung me­reka dengan pedang terhunus.

Dengan satu teriakan dari pemim­pin­nya, ribuan tentara salib segera mem­ban­tai umat Islam Spanyol, tanpa rasa belas kasihan. Jerit tangis dan takbir mem­bahana. Seluruh muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan ke­jam. Darah menggenang di mana-mana, di darat dan di lautan. Laut yang biru ber­ubah menjadi merah kehitam-hitaman.

Tragedi ini bertepatan dengan tang­gal 1 April. Inilah yang kemudian diperi­ngati oleh dunia Kristen setiap tanggal 1 April sebagai April Mop, The April’s Fool Day. Pada tanggal 1 April, orang-orang diperbolehkan menipu dan berbo­hong kepada orang lain.

Dalam sejarahnya, bagi umat Kris­tiani, April Mop merupakan hari keme­nangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, me­reka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka. Namun dalam perkembangannya kini, unsur historis mungkin tidak lagi dominan, yang lebih kuat adalah hiburan atau keisengan dengan cara penipuan atau kebohongan, tentu tidak sungguh-sung­guh.

Sedang bagi umat Islam, dengan melihat sejarahnya, April Mop tentu merupakan perayaan akan tragedi yang sangat menyedihkan. Hari ketika ribuan saudara-saudara kita dibantai oleh ten­tara salib di Granada, Spanyol. Sebab itu, sangatlah tidak pantas jika ada orang Islam yang ikut-ikutan merayakan tradisi ini. Sekali lagi dengan melihat sejarah­nya, siapa pun orang Islam yang turut me­rayakan April Mop sesungguhnya tengah merayakan ulang tahun pembu­nuhan massal ribuan saudara-sau­daranya di Granada, Spanyol, lima abad silam.

Istana Al-Hamra

Al-Hamra adalah warisan yang membanggakan bagi kebudayaan Arab di Spanyol serta keahlian pembangun muslim, Yahudi, dan Kristen.

Nama “Al-Hamra” berasal dari warna merah tanah liat yang digali untuk mem­buat tembok-temboknya. Sebuah penje­lasan yang lebih puitis datang dari para cendekiawan muslim yang mengatakan bahwa pembangunan benteng Al-Hamra dilakukan dengan cahaya obor, yang kemudian memberikan warna merah pada tembok-tembok itu.

Dimulai pada tahun 1238 oleh penguasa muslim, Muhammad Al-Ahmar, pembangunan kompleks Al-Hamra diselesaikan oleh anak laki-lakinya, Muhammad II. Generasi pene­rus para pemimpin muslim terus mem­per­luas bangunan yang telah ada dan menambahkan beberapa bangunan baru.

Selesai dibangun menjelang akhir kekuasaan muslim oleh Yusuf I (1333-1353) dan Muhammad Sultan (1353-1391), beberapa bangunan terakhir yang dibangun di Al-Hamra mencerminkan kebudayaan Emirat Nasrid.

Lingkungan itu juga menjadi tempat mengungsi para seniman dan intelektual ketika Kristen Spanyol bergerak masuk ke kawasan tersebut.

Pada tahun 1527, ketika Andalusia jatuh ke tangan penjajah, kaum muslim akhirnya terpaksa meninggalkan lahan seluas 142.000 meter persegi itu.

Setelah invasi kaum Kristen, Al-Hamra mengalami penelantaran dan hampir menjadi puing-puing tak berbe­kas jika tak dikunjungi oleh seorang penulis terkenal Amerika.

Pada tahun 1829, saat mengelilingi Eropa, novelis Washington Irving – paling dikenal dengan horor klasiknya, The Legend of Sleepy Hollow – mengun­jungi Al-Hamra dan terinspirasi untuk menulis satu koleksi kisah petualangan romantis yang berjudul Tales of the Al-Hamra. Dalam suratnya yang dikirim ke seorang teman, Irving menuliskan bah­wa Al-Hamra adalah kota yang paling indah, berlokasi di lanskap yang paling cantik yang pernah ia lihat.

Pujian Irving terhadap Al-Hamra dan sukses besar bukunya mengubah Gra­nada dan sekitarnya menjadi kota yang paling sering dikunjungi di Eropa. Aliran uang dari wisatawan juga memfasilitasi perbaikan bangunan-bangunan, me­nara, lapangan, kolam ikan, dan taman-taman Al-Hamra.

Sekarang, Al-Hamra menjadi pa­meran arsitektur, desain lanskap, dan desain interior Islam, dan merupakan salah satu daya tarik wisatawan yang terkenal.
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Nahdliyin - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger