Kajian tentang
kerukunan umat beragama di Indonesia adalah masalah yang penting untuk
kita ketahui bukan saja bagi para pemuka agama, para pejabat di
lingkungan Kementerian Agama, melainkan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Lalu, hal-hal apa saja yang memperkuat adanya kerukunan umat beragama
di Indonesia?
Buku Menjaga Aswaja dan Kerukunan Umat karya Prof Dr HM Atho Mudzar menguraikan konsepsi tersebut. Dalam buku ini, telah disebutkan bahwa adanya nilai-nilai Pancasila tidak bertentangan terhadap ajaran agama. Bahkan sebagiannya mengklaim bahwa nilai-nilai Pancasila sejalan dengan atau bahkan bersumber dari ajaran agama mereka. Masing-masing umat beragama telah merumuskan bingkai teologis mereka dalam kerangka Pancasila. Sampai di sini, terdapat dua hal penting yang mengikat kerukunan umat beragama di Indonesia. Pertama, konsensus tentang Pancasila sebagai the common platform, dan kedua, pengakuan tentang keserasian isi Pancasila dengan teologi agama-agama yang ada. (halaman 3)
Dari hal yang telah disebutkan di atas, tentu saja masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi semakin kuatnya kerukunan umat beragama di Indonesia. Faktor-faktor tersebut dapat berupa melalui kebijakan Pemerintah yang secara sadar dirumuskan untuk terciptanya kebebasan agama, faktor kesejarahan yang telah dicatat dalam sejarah bahwa agama-agama pada awalnya datang dengan damai bukan dengan kekerasan atau peperangan.
Dari temuan di atas, kerukunan umat beragama di Indonesia memang telah diatur dengan sebaik-baiknya. Namun, bagaimana dengan adanya pembaharuan dalam pemikiran Ahlussunnah wal Jamaah maupun lingkungan sosial keagamaan pengikut Aswaja di Indonesia? Bagaimana cara kita untuk menjaga Aswaja dan kerukunan umat beragama?
Secara garis besar, pembaharuan-pembaharuan dalam pemikiran Aswaja dapat ditemukan dalam pemikiran tentang Al-Qur'an dan syariah (politik, hukum keluarga dan ekonomi). Namun, pembaharuan pemikiran Aswaja tentang Al-Qur'an tidak lagi berkutat pada persoalan seperti apakah Al-Qur'an itu makhluk atau bukan, melainkan tertuju kepada pertanyaan bagaimana memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an sebagai pedoman utama bagi umat Islam. (halaman 16)
Dalam kenyataannya, dalam lingkungan sosial pengikut Ahlussunnah wal Jamaah di Indonesia masih terdapat gerakan-gerakan sempalan yang tidak menyentuh kepada pilar-pilar keimanan Ahlussunnah wal Jamaah. Mereka berpendapat bahwa tidak lagi memerlukan kitab-kita tafsir klasik yang dapat mengusik pendirian kaum Sunni yang sangat menghormati para ulama pengarang kitab-kitab klasik tersebut dan kelompok ini keluar dari empat madzhab yang biasa dipegangi kelompok Ahlussunnah wal Jamaah.
Keadaan ini tentu sangat mengusik kehidupan sosial Aswaja saja namun juga mengusik kerukunan umat beragama di Indonesia karena setiap gerakan yang menyimpang dari pilar-pilar keimanan Aswaja memiliki pendapat tentang pembelaan diri bahwa mereka tidak menyimpang dari ajaran Aswaja.
Dengan keadaan seperti yang tersebut di atas, pembelaan diri yang dilakukan oleh suatu gerakan tertentu harus diatur dalam Undang-Undang sehingga kerukunan umat beragama di Indonesia akan terjaga dan tidak akan terdapat perpecahan umat Islam di Indonesia akibat adanya keegoisan dari masing-masing gerakan tersebut.
Untuk masalah tersebut, pemerintah bukan saja membuat Peraturan Perundang-undangan namun harus secara tegas memberi peringatan terhadap gerakan-gerakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam, sehingga kita sebagai umat beragama dapat hidup dengan rukun dan tenteram karena keadaan seperti ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Kalaupun keadaan ini dibiarkan begitu saja, pasti akan menggerogoti kerukunan umat beragama di Indonesia akibat keegoisan-keegoisan yang dimiliki oleh setiap gerakan-gerakan yang tidak sesuai dengan pilar-pilar keimanan Aswaja tersebut.
Namun sampai saat ini, satu-satunya wadah yang dinilai mau dan mampu menampung seluruh elemen umat Islam Indonesia adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Oleh karena itu, harapan umat banyak tertuju kepada MUI untuk mengelola kerukunan internal umat Islam dan mengingat bahwa tekanan perubahan sosial yang dapat mempengaruhi kerukunan internal itu sangat banyak, baik dalam bentuk pertambahan dan penyebaran jumlah penduduk, tingkat pendidikan yang terus menganga, langkanya sumber-sumber daya, maupun penggunaan teknologi dan komunikasi yang tinggi. Sehingga MUI harus mampu meningkatkan kemampuan manajemen yang rasional serta segera meninggalkan model kepemimpinan konservatif yang dijalankan selama ini.
Pesan moral dari buku ini adalah kita harus mampu menjaga Aswaja dari gerakan-gerakan yang tentunya akan menggerogoti pilar-pilar keimanan Aswaja itu sendiri maupun dapat mengganggu kerukunan umat Islam khususnya di Indonesia. Namun, cara kita sebagai umat Islam dalam menjaga kerukunan umat harus sesuai dengan syariat Islam atau tidak boleh bertentangan, sehingga tidak terdapat diskriminasi sosial terhadap aliran atau gerakan-gerakan tertentu yang menyimpang dari pilar-pilar keimanan Aswaja tersebut. Karena masih banyak tantangan yang akan dihadapi kaum Muslimin untuk memperkuat dan memberdayakan Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
Keterbelakangan umat dalam kehidupan ekonomi dan pendidikan khususnya menciptakan suasana yang tidak cukup kondusif. Kegiatan ekonomi yang tidak sesuai dengan syariat Islam dapat menjerumuskan orang ke dalam pemahaman dan tindakan yang radikal yang tidak menguntungkan. Begitu juga dengan pendidikan, keterbelakangan pendidikan memunculkan ketiadaan harapan dan keputusasaan bagi masa depan yang dapat berujung pada radikalisme.
Karena itulah, pemberdayaan kehidupan ekonomi dan pendidikan anak umat harus menjadi suatu prioritas utama karena akan memperkuat Indonesia yang menghadapi berbagai gejolak zaman akibat globalisasi.
Namun, kita tidak boleh hanya mengandalkan pendidikan yang tinggi semata melainkan kita juga harus memiliki akhlak yang baik yang telah diajarkan sejak kita kecil sehingga akhlak yang telah diajarkan tersebut menjadi kebiasaan-kebiasaan yang mampu menjadi dorongan positif untuk melakukan ibadah maupun kegiatan yang positif pula.
Pada akhirnya, melihat realitas yang telah disebutkan di atas, menjaga diri dengan perilaku kita sebagai umat Muslim di Indonesia sangat perlu diketahui dan dilakukan untuk menjaga Aswaja maupun kerukunan umat beragama. Buku ini adalah buku yang perlu dibaca guna agar kita mengetahui latar belakang Ahlussunnah wal Jamaah dan mengetahui lingkungan sosial yang terdapat dalam Aswaja.
Judul: Menjaga Aswaja dan Kerukunan Umat
Penulis: Prof Dr HM Atho Mudzar
Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Jakarta
Cetakan: Pertama, Oktober 2012
Tebal : 114 Halaman
ISBN : 978-602-8739-12-2
Peresensi : Eka Nur Indahsari, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Buku Menjaga Aswaja dan Kerukunan Umat karya Prof Dr HM Atho Mudzar menguraikan konsepsi tersebut. Dalam buku ini, telah disebutkan bahwa adanya nilai-nilai Pancasila tidak bertentangan terhadap ajaran agama. Bahkan sebagiannya mengklaim bahwa nilai-nilai Pancasila sejalan dengan atau bahkan bersumber dari ajaran agama mereka. Masing-masing umat beragama telah merumuskan bingkai teologis mereka dalam kerangka Pancasila. Sampai di sini, terdapat dua hal penting yang mengikat kerukunan umat beragama di Indonesia. Pertama, konsensus tentang Pancasila sebagai the common platform, dan kedua, pengakuan tentang keserasian isi Pancasila dengan teologi agama-agama yang ada. (halaman 3)
Dari hal yang telah disebutkan di atas, tentu saja masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi semakin kuatnya kerukunan umat beragama di Indonesia. Faktor-faktor tersebut dapat berupa melalui kebijakan Pemerintah yang secara sadar dirumuskan untuk terciptanya kebebasan agama, faktor kesejarahan yang telah dicatat dalam sejarah bahwa agama-agama pada awalnya datang dengan damai bukan dengan kekerasan atau peperangan.
Dari temuan di atas, kerukunan umat beragama di Indonesia memang telah diatur dengan sebaik-baiknya. Namun, bagaimana dengan adanya pembaharuan dalam pemikiran Ahlussunnah wal Jamaah maupun lingkungan sosial keagamaan pengikut Aswaja di Indonesia? Bagaimana cara kita untuk menjaga Aswaja dan kerukunan umat beragama?
Secara garis besar, pembaharuan-pembaharuan dalam pemikiran Aswaja dapat ditemukan dalam pemikiran tentang Al-Qur'an dan syariah (politik, hukum keluarga dan ekonomi). Namun, pembaharuan pemikiran Aswaja tentang Al-Qur'an tidak lagi berkutat pada persoalan seperti apakah Al-Qur'an itu makhluk atau bukan, melainkan tertuju kepada pertanyaan bagaimana memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an sebagai pedoman utama bagi umat Islam. (halaman 16)
Dalam kenyataannya, dalam lingkungan sosial pengikut Ahlussunnah wal Jamaah di Indonesia masih terdapat gerakan-gerakan sempalan yang tidak menyentuh kepada pilar-pilar keimanan Ahlussunnah wal Jamaah. Mereka berpendapat bahwa tidak lagi memerlukan kitab-kita tafsir klasik yang dapat mengusik pendirian kaum Sunni yang sangat menghormati para ulama pengarang kitab-kitab klasik tersebut dan kelompok ini keluar dari empat madzhab yang biasa dipegangi kelompok Ahlussunnah wal Jamaah.
Keadaan ini tentu sangat mengusik kehidupan sosial Aswaja saja namun juga mengusik kerukunan umat beragama di Indonesia karena setiap gerakan yang menyimpang dari pilar-pilar keimanan Aswaja memiliki pendapat tentang pembelaan diri bahwa mereka tidak menyimpang dari ajaran Aswaja.
Dengan keadaan seperti yang tersebut di atas, pembelaan diri yang dilakukan oleh suatu gerakan tertentu harus diatur dalam Undang-Undang sehingga kerukunan umat beragama di Indonesia akan terjaga dan tidak akan terdapat perpecahan umat Islam di Indonesia akibat adanya keegoisan dari masing-masing gerakan tersebut.
Untuk masalah tersebut, pemerintah bukan saja membuat Peraturan Perundang-undangan namun harus secara tegas memberi peringatan terhadap gerakan-gerakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam, sehingga kita sebagai umat beragama dapat hidup dengan rukun dan tenteram karena keadaan seperti ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Kalaupun keadaan ini dibiarkan begitu saja, pasti akan menggerogoti kerukunan umat beragama di Indonesia akibat keegoisan-keegoisan yang dimiliki oleh setiap gerakan-gerakan yang tidak sesuai dengan pilar-pilar keimanan Aswaja tersebut.
Namun sampai saat ini, satu-satunya wadah yang dinilai mau dan mampu menampung seluruh elemen umat Islam Indonesia adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Oleh karena itu, harapan umat banyak tertuju kepada MUI untuk mengelola kerukunan internal umat Islam dan mengingat bahwa tekanan perubahan sosial yang dapat mempengaruhi kerukunan internal itu sangat banyak, baik dalam bentuk pertambahan dan penyebaran jumlah penduduk, tingkat pendidikan yang terus menganga, langkanya sumber-sumber daya, maupun penggunaan teknologi dan komunikasi yang tinggi. Sehingga MUI harus mampu meningkatkan kemampuan manajemen yang rasional serta segera meninggalkan model kepemimpinan konservatif yang dijalankan selama ini.
Pesan moral dari buku ini adalah kita harus mampu menjaga Aswaja dari gerakan-gerakan yang tentunya akan menggerogoti pilar-pilar keimanan Aswaja itu sendiri maupun dapat mengganggu kerukunan umat Islam khususnya di Indonesia. Namun, cara kita sebagai umat Islam dalam menjaga kerukunan umat harus sesuai dengan syariat Islam atau tidak boleh bertentangan, sehingga tidak terdapat diskriminasi sosial terhadap aliran atau gerakan-gerakan tertentu yang menyimpang dari pilar-pilar keimanan Aswaja tersebut. Karena masih banyak tantangan yang akan dihadapi kaum Muslimin untuk memperkuat dan memberdayakan Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
Keterbelakangan umat dalam kehidupan ekonomi dan pendidikan khususnya menciptakan suasana yang tidak cukup kondusif. Kegiatan ekonomi yang tidak sesuai dengan syariat Islam dapat menjerumuskan orang ke dalam pemahaman dan tindakan yang radikal yang tidak menguntungkan. Begitu juga dengan pendidikan, keterbelakangan pendidikan memunculkan ketiadaan harapan dan keputusasaan bagi masa depan yang dapat berujung pada radikalisme.
Karena itulah, pemberdayaan kehidupan ekonomi dan pendidikan anak umat harus menjadi suatu prioritas utama karena akan memperkuat Indonesia yang menghadapi berbagai gejolak zaman akibat globalisasi.
Namun, kita tidak boleh hanya mengandalkan pendidikan yang tinggi semata melainkan kita juga harus memiliki akhlak yang baik yang telah diajarkan sejak kita kecil sehingga akhlak yang telah diajarkan tersebut menjadi kebiasaan-kebiasaan yang mampu menjadi dorongan positif untuk melakukan ibadah maupun kegiatan yang positif pula.
Pada akhirnya, melihat realitas yang telah disebutkan di atas, menjaga diri dengan perilaku kita sebagai umat Muslim di Indonesia sangat perlu diketahui dan dilakukan untuk menjaga Aswaja maupun kerukunan umat beragama. Buku ini adalah buku yang perlu dibaca guna agar kita mengetahui latar belakang Ahlussunnah wal Jamaah dan mengetahui lingkungan sosial yang terdapat dalam Aswaja.
Judul: Menjaga Aswaja dan Kerukunan Umat
Penulis: Prof Dr HM Atho Mudzar
Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Jakarta
Cetakan: Pertama, Oktober 2012
Tebal : 114 Halaman
ISBN : 978-602-8739-12-2
Peresensi : Eka Nur Indahsari, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar