NU Online
Wakil Ketua Umum PBNU H As'ad Said Ali mendukung "re-imajinasi" Pancasila untuk dikembangkan pada lembaga pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga universitas guna menggantikan indoktrinasi yang pernah dilakukan rezim Orde Baru.
"Re-imajinasi Pancasila yang dilakukan Unair perlu dikembangkan oleh pemerintah pada seluruh lembaga pendidikan, pemerintah tak perlu membentuk BP-7 tapi berikan dana pada lembaga pendidikan untuk melakukan re-imajinasi itu," katanya di Surabaya, Senin.
Di sela-sela seminar "Re-Imajinasi Pancasila dalam Ke-Indonesiaan Sekarang" di Fisip Unair Surabaya, ia menjelaskan re-imajinasi itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti di kalangan perguruan tinggi dengan mengenalkan "otak" pendiri bangsa saat mendiskusikan Pancasila.
"Bahan diskusi bisa merujuk pada buku karya Yudi Latief yang menggambarkan perdebatan para pendiri bangsa ini pada sidang-sidang BPUPKI dalam merumuskan dasar negara Pancasila hingga kemerdekaan negara kita. 'Otak' para pendiri bangsa itu menarik didiskusikan," katanya.
Selain itu, katanya, re-imajinasi Pancasila juga bisa dilanjutkan dengan diskusi tentang aktualisasi dalam implementasi Pancasila dalam kehidupan, seperti aplikasi toleransi, aplikasi koperasi yang belum ideal tapi sudah dikembangkan Norwegia, dan sebagainya.
"Kalau negara-negara lain melaksanakan koperasi yang ada pada Pancasila, tentu anak-anak muda harus dikenalkan dengan pemikiran Bung Hatta tentang usaha bersama untuk kesejahteraan bersama yang bisa berwujud koperasi tapi praktiknya masih belum benar," katanya.
Bahkan, praktik berkoperasi yang belum benar atau hanya menguntungkan pengurus itu mungkin perlu diteliti. "Saya kira kalangan perguruan tinggi bisa melakukan diskusi dan sekaligus riset tentang koperasi, sehingga kita bisa menemukan rumusan koperasi yang pas," katanya.
Lain halnya dengan "Re-Imajinasi Pancasila" di kalangan sekolah dasar dan menengah. "Bisa melalui lomba sajak, diskusi praktis, permainan atau game. Tentu semua kegiatan re-imajinasi Pancasila itu perlu didanai pemerintah melalui Kemendikbud, bukan BP-7," katanya.
Dalam seminar yang juga menampilkan pengamat politik dari Unair yakni Prof Ramlan Surbakti dan Priyatmoko MA itu, pengamat politik Unair Surabaya Hariyadi MA mengatakan dunia sudah banyak menjadikan Pancasila sebagai inspirasi.
"Bahkan, konferensi internasional tentang toleransi juga menyebut Pancasila sebagai referensi atau sumber inspirasi, karena itu kita perlu menengok Pancasila, tentu dengan cara dan pendekatan yang pas dengan zaman sekarang, yakni 're-imajinasi' dan bukan doktrinasi Pancasila," katanya.
Oleh karena itu, Departemen Politik Fisip Unair akan melakukan serangkaian diskusi tentang "Re-Imajinasi" Pancasila. "Jadi, kita nggak perlu hafal tentang Pancasila dan implementasi, karena hal itu bisa ditelusuri secara teknologi," katanya.
Selanjutnya, hasil serangkaian diskusi dengan berbagai kalangan itu akan disumbangkan kepada pemerintah untuk dikembangkan sebagai strategi pemahaman Pancasila. "Mungkin akan kita berikan kepada Presiden terpilih atau melalui kementerian terkait," katanya.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Politik Unair Prof Ramlan Surbakti menegaskan bahwa masalah yang dihadapi bangsa Indonesia bukan terletak pada konsep, melainkan pada implementasi akibat kepemimpinan yang tidak merefleksikan nilai-nilai Pancasila.
"Kalau kepemimpinan itu bersumber pada parpol yang masih jelek. Parpol merupakan sumber dari demokratisasi, tapi parpol sendiri masih belum demokratis, sebab parpol masih dikelola secara oligarkhi, paternalistik, dan politik uang. Itu yang harus diubah," katanya. (antara/mukafi niam)
Wakil Ketua Umum PBNU H As'ad Said Ali mendukung "re-imajinasi" Pancasila untuk dikembangkan pada lembaga pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga universitas guna menggantikan indoktrinasi yang pernah dilakukan rezim Orde Baru.
"Re-imajinasi Pancasila yang dilakukan Unair perlu dikembangkan oleh pemerintah pada seluruh lembaga pendidikan, pemerintah tak perlu membentuk BP-7 tapi berikan dana pada lembaga pendidikan untuk melakukan re-imajinasi itu," katanya di Surabaya, Senin.
Di sela-sela seminar "Re-Imajinasi Pancasila dalam Ke-Indonesiaan Sekarang" di Fisip Unair Surabaya, ia menjelaskan re-imajinasi itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti di kalangan perguruan tinggi dengan mengenalkan "otak" pendiri bangsa saat mendiskusikan Pancasila.
"Bahan diskusi bisa merujuk pada buku karya Yudi Latief yang menggambarkan perdebatan para pendiri bangsa ini pada sidang-sidang BPUPKI dalam merumuskan dasar negara Pancasila hingga kemerdekaan negara kita. 'Otak' para pendiri bangsa itu menarik didiskusikan," katanya.
Selain itu, katanya, re-imajinasi Pancasila juga bisa dilanjutkan dengan diskusi tentang aktualisasi dalam implementasi Pancasila dalam kehidupan, seperti aplikasi toleransi, aplikasi koperasi yang belum ideal tapi sudah dikembangkan Norwegia, dan sebagainya.
"Kalau negara-negara lain melaksanakan koperasi yang ada pada Pancasila, tentu anak-anak muda harus dikenalkan dengan pemikiran Bung Hatta tentang usaha bersama untuk kesejahteraan bersama yang bisa berwujud koperasi tapi praktiknya masih belum benar," katanya.
Bahkan, praktik berkoperasi yang belum benar atau hanya menguntungkan pengurus itu mungkin perlu diteliti. "Saya kira kalangan perguruan tinggi bisa melakukan diskusi dan sekaligus riset tentang koperasi, sehingga kita bisa menemukan rumusan koperasi yang pas," katanya.
Lain halnya dengan "Re-Imajinasi Pancasila" di kalangan sekolah dasar dan menengah. "Bisa melalui lomba sajak, diskusi praktis, permainan atau game. Tentu semua kegiatan re-imajinasi Pancasila itu perlu didanai pemerintah melalui Kemendikbud, bukan BP-7," katanya.
Dalam seminar yang juga menampilkan pengamat politik dari Unair yakni Prof Ramlan Surbakti dan Priyatmoko MA itu, pengamat politik Unair Surabaya Hariyadi MA mengatakan dunia sudah banyak menjadikan Pancasila sebagai inspirasi.
"Bahkan, konferensi internasional tentang toleransi juga menyebut Pancasila sebagai referensi atau sumber inspirasi, karena itu kita perlu menengok Pancasila, tentu dengan cara dan pendekatan yang pas dengan zaman sekarang, yakni 're-imajinasi' dan bukan doktrinasi Pancasila," katanya.
Oleh karena itu, Departemen Politik Fisip Unair akan melakukan serangkaian diskusi tentang "Re-Imajinasi" Pancasila. "Jadi, kita nggak perlu hafal tentang Pancasila dan implementasi, karena hal itu bisa ditelusuri secara teknologi," katanya.
Selanjutnya, hasil serangkaian diskusi dengan berbagai kalangan itu akan disumbangkan kepada pemerintah untuk dikembangkan sebagai strategi pemahaman Pancasila. "Mungkin akan kita berikan kepada Presiden terpilih atau melalui kementerian terkait," katanya.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Politik Unair Prof Ramlan Surbakti menegaskan bahwa masalah yang dihadapi bangsa Indonesia bukan terletak pada konsep, melainkan pada implementasi akibat kepemimpinan yang tidak merefleksikan nilai-nilai Pancasila.
"Kalau kepemimpinan itu bersumber pada parpol yang masih jelek. Parpol merupakan sumber dari demokratisasi, tapi parpol sendiri masih belum demokratis, sebab parpol masih dikelola secara oligarkhi, paternalistik, dan politik uang. Itu yang harus diubah," katanya. (antara/mukafi niam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar