Kasus Piramida Sadahurip terus menuai kontroversi. Tim ESDM yang memakai logika pendek dengan mudahnya menyatakan bahwa gunung Sadahurip bukan piramida “ajaib” karena tanah luarnya adalah tanah biasa. Padahal penggalian yang lebih serius telah menyingkap adanya batu-batu yang tersusun rapi, yang tidak mungkin “disusun oleh alam”.
Maka tim Katastrofa pimpinan Staf Khusus Presiden, Andi Arif akan memperserius penelitian Gunung Sadahurip pada Maret 2012. Namun karena nama Presiden akhir-akhir ini sedang jelek, maka niat baik Andi Arif ikut dicurigai oleh para penganut logika pendek. Padahal ada Teori Katastrofa yang bisa dipakai untuk “langkah awal” mempelajari “Piramida Sadahurip”.
Teori Katastrofa adalah teori yang berkembang pada abad 18, yang menyatakan bahwa bumi akan hancur karena musibah yang amat dahsyat.
Bagi orang Islam, tentunya teori itu tidak mengejutkan, karena banyak disebut dalam Al-Qur’an, bahwa disamping kiamat, Allah telah banyak membinasakan kaum-kaum berperadaban tinggi yang mengingkari ke Esaan Allah dan banyak membuat kejahatan di muka bumi.
“Maka apakah kalian tidak berjalan-jalan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan nasib orang-orang sebelum kamu. Mereka orang-orang yang lebih hebat kekuatannya dan lebih banyak bekas-bekasnya ( artefaknya ) di muka bumi. Maka apa yang mereka usahakan ( peradaban tinggi mereka ) itu ternyata tidak dapat menolong mereka” . Demikian bunyi Surat Al-Mukmin ayat 82.
KATASTROFA NUSANTARA
Selama ini, khotbah-khotbah kyai di masjid-masjid kebanyakan menafsirkan bunyi ayat-ayat Al-Qur’an semacam di atas, hanyalah berlaku pada kaum Arab kuno atau bangsa Yahudi yang diazab Allah, misalnya kaum Ad, Tsamud, Sodom dan Gomorrah dan sebagainya.
Namun, kalau kita merujuk temuan-temuan mutakhir, serta teori-teori Nusantara mutakhir, akan terlihat bahwa Nusantara juga pernah mempunyai kejayaan yang luar biasa, melebihi kejayaan peradaban bangsa-bangsa yang disebut secara nyata oleh Al-Qur’an di atas, dan kemudian diazab oleh Allah dengan kehancuran maha dahsyat.
Dalam beberapa bulan yang akan datang, tim yang dibentuk oleh Staf Khusus Presiden bidang bencana, sebut saja “Tim Katastrofa”, akan meneliti beberapa gunung di Ciamis, Jawa Barat, yakni Gunung Lalakon dan Sadahurip, yang menilik bentuknya sangat “mencurigakan”, tampaknya bukan gunung biasa, melainkan piramid super raksasa yang tertimbun hutan.
Di samping itu, di Jawa Tengah juga terdapat deretan “gunung piramid” yang berderet puluhan atau ratusan, memperlihatkan betapa dahsyatnya Nusantara masa lalu, sebelum “dihancurkan” oleh bencana alam maha dahsyat, yang tentu bagi orang Islam bermakna diazab oleh Allah.
Konon, kini banyak pakar dari luar negeri berebut ingin bergabung dengan tim peneliti gunung piramid tersebut. Semoga saja mereka datang dengan sumbangan biaya dari negerinya, bukan hanya datang sebagai tenaga kerja, karena kalau soal itu, di Indonesia pun sudah banyak.
Dengan ditemukannya piramid-piramid raksasa di Nusantara yang lebih besar dari piramid di Mesir, juga ditemukannya sisa-sisa “Kerajaan Kandis kuno” di Sumatera, dan sebenarnya juga temuan sisa-sisa berbagai patung-patung megalitik yang kadang-kadang ukurannya dahsyat, sudah membuktikan kebenaran teori DR.Arysio Santos dan DR.Stephen Oppenheimer yang akhir-akhir ini mengejutkan para pakar KeNusantaraan, bahwa Nusantara ini puluhan ribu tahun yang lalu adalah benua besar bernama “Attala” atau “Atlantis” dan ada juga yang menyebut “Lemuria” yang berperadaban sangat dahsyat, melebihi kedahsyatan peradaban Borobudur Sleman, Piramida Mesir, Kota Gunung Machu Pichu, Kuil-kuil piramida Amerika Selatan dan sebagainya.
Namun kemudian hancur lebur oleh meletusnya Gunung Toba dan Gunung Krakatau ribuan tahun yang lalu, sehingga Benua Atlantis atau Attala atau Lemuria itu hancur berkeping-keping menjadi ribuan pulau besar kecil yang kini disebut Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Birma, Filipina, Papua Nugini, dan Australia.
Tentunya para pakar lebih suka menyebut kejadian tersebut dengan peristiwa Katastrofa atau musibah, daripada menyebutnya dengan azab Allah.
MUHASABAH
Dengan menyebut katastrofa atau musibah, maka para pakar anti-religi hanya menganggap bahwa kejadian alam itu adalah siklus biasa, sedahsyat apapun musibah terjadi, dianggap sebagai daur ulang kehidupan.
Sedangkan kalau menyebutnya musibah, maka akan tercetus kesadaran atau muhasabah, bahwa faktor kejahatan manusia sangat berperan pada hancurnya alam, karena menimbulkan kemarahan Allah yang kemudian menurunkan azab maha dahsyat.
Dengan muhasabah, maka manusia berusaha memperbaiki perilaku, menjaga kelestarian alam, mencegah kejahatan dari penjahat secara berramai-ramai, agar kehidupan tidak hancur oleh ulah segelintir penjahat—baik penjahat itu maling jahat, pembunuh jahat, koruptor jahat, politisi jahat, polisi jahat, pengusaha jahat, pedagang jahat, pengacara jahat, petani jahat, bahkan seniman jahat dan kyai jahat—akan membahayakan kelestarian alam, yang berujung pada musibah dahsyat yang mencelakakan semua orang.
Apalagi berbagai ramalan –baik ramalan kuno ( misalnya versi kalender Maya ) maupun ramalan modern ( versi kelompok pecinta lingkungan pengikut Al-Gore ) , maupun ramalan kontroversial versi Ustadz Fahmi Basya yang meramal relief-relief Borobudur dipasangkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, semuanya mengacu kepada arahan, bahwa kiamat akan terjadi tahun 2012. Bahkan Hollywoodpun percaya kepada ramalan itu, dan telah membuat filmnya “ 2012” yang menangguk “duit box office” ketika film itu diputar.
Tanpa muhasabah, tanpa mawas diri, tanpa kesadaran, maka sama saja dengan membiarkan percepatan roda katastrofa menuju episode kehancuran alam yang maha dahsyat , yang mau tidak mau, percaya tidak percaya, tanda-tandanya sudah banyak kita rasakan selama beberapa tahun terakhir ini.
*) Penulis adalah budayawan Nusantara yang baru saja mempresentasikan Teori Katastrofa Nusantara di Seminar Internasional Rumpun Nusantara “Empat Dekade GAPENA” di Kedah,Malaysia..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar